• Breaking News

    Wiji thukul yang tak patut diabaikan dan dilupakan

    Widji Thukul, yang bernama asli Widji Widodo lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 26 Agustus 1963 – meninggal di tempat dan waktu yang tidak diketahui, hilang sejak diduga diculik, 27 Juli 1998 pada umur 34 tahun) adalah sastrawan dan aktivis hak asasi manusia berkebangsaan Indonesia. Tukul merupakan salah satu tokoh yang ikut melawan penindasan rezim Orde Baru. Sejak 1998 sampai sekarang dia tidak diketahui rimbanya, dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer.

    Pendidikan widji thukul

    Thukul pernah bersekolah di SMP Negeri 8 Solo dan melanjutkan pendidikannya hingga kelas dua di Sekolah Menengah Karawitan Indonesia jurusan tari. Thukul memutuskan untuk berhenti sekolah karena kesulitan keuangan.

    Penyebab hilangnya Thukul

    Kerusuhan pada Mei 1998 telah menyeret beberapa nama aktivis kedalam daftar pencarian aparat Kopassus Mawar. Di antarapara aktivis itu adalah aktivis dari Partai Rakyat Demokratik, Partai Demokrasi Indonesia, Partai Persatuan Pembangunan, JAKKER, pengusaha, mahasiswa, dan pelajar yang menghilang terhitung sejak bulan April hingga Mei 1998. Semenjak bulan Juli 1996, Thukul sudah berpindah-pindah keluar masuk daerah dari kota satu ke kota yang lain untuk bersembunyi dari kejaran aparat. Dalam pelariannya itu Thukul tetap menulis puisi-puisi pro-demokrasi yang salah satu di antaranya berjudul Para Jendral Marah-Marah. Pada tahun 2000, Sipon melaporkan hilangnya Thukul pada KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), namun Thukul belum ditemukan hingga kini.

    Baca Juga : 10 Karya wiji thukul, kata kata yang takkan pernah binasa 

    Setelah Peristiwa 27 Juli 1996 hingga 1998, sejumlah aktivis ditangkap, diculik dan hilang, termasuk Thukul. Sejumlah orang masih melihatnya di Jakarta pada April tahun 1998. Thukul masuk daftar orang hilang sejak tahun 2000.

     

    Karya-Karya Widji Thukul

    Ada tiga sajak Thukul yang populer dan menjadi sajak wajib dalam aksi-aksi massa, yaitu Peringatan, Sajak Suara, dan Bunga dan Tembok (ketiganya ada dalam antologi "Mencari Tanah Lapang" yang diterbitkan oleh Manus Amici, Belanda, pada 1994. Tapi, sesungguhnya antologi tersebut diterbitkan oleh kerjasama KITLV dan penerbit Hasta Mitra, Jakarta. Nama penerbit fiktif Manus Amici digunakan untuk menghindar dari pelarangan pemerintah Orde Baru.
    • Dua kumpulan puisinya : Puisi Pelo dan Darman dan lain-lain
    • Puisi: Bunga dan Tembok
    • Puisi: Peringatan
    • Puisi: Kesaksian

     

    No comments:

    Post a Comment

    Mengapa Menuntut Ilmu Itu Terkadang Berat Untuk Kita Jalani?

    Mengapa Menuntut Ilmu Itu Terkadang Berat Untuk Kita Jalani? Holla... selamat datang di blog ane kali ini agan sista di luar sana yang sed...

    COMING SOON

    COMING SOON

    COMING SOON